Antara Dendam dan Penyesalan

Bab 733



Bab 733

Bibi Eri kebetulan tidak berada jauh dari mereka. Begitu melihat situasi ini, dia langsung datang dan

mendorong Selena pergi.

Sebelum pergi, dia menatap Harvey dengan penuh kekecewaan. Permainan apalagi yang dimainkan pria

bajingan ini.

Sudah bagus hubungan mereka berdua akhirnya sedikit membaik, sekarang Harvey malah kembali

berbuat ulah dan membuat suasana jadi tegang.

Chandra mendekati dan berkata, “Tuan Harvey, jangan gegabah. Nanti malah Tuan sendiri yang rugi.” Nôvel(D)ra/ma.Org exclusive © material.

Harvey menghela napas, “Aku khawatir Seli kehilangan tekad untuk bertahan hidup. Aku cuma berharap

dia punya alasan untuk bertahan. Kupikir dengan bertemu Harvest akan membangkitkan naluri

keibuannya yang terpendam. Ternyata aku salah.”

“Tuan Harvey, sebaiknya urusan ini kita tunda dulu. Kondisi Nyonya sudah sangat parah, dia tidak bisa

lagi menerima pukulan apapun. Urusan Tuan Muda Harvest kita bicarakan nanti aja.”

“Mau bagaimana lagi.”

Harvey membungkuk dan menggendong Shearly. Meski sangat membenci Agatha, Shearly adalah satu- satunya anak yang ditinggalkan oleh Kavin. Karena ikatan darah, Harvey tentu akan merawatnya

dengan

penuh kasih sayang.

Agatha mengarahkan kursi rodanya ke hadapan Harvey dengan hati–hati, lalu berkata, “Harvey, aku cuma mau melihat Nona Selena, aku nggak punya maksud lain.”

“Ayah, Ibu kangen banget sama Ayah.” Shearly berkata dengan malu–malu.

“Anak baik.” Harvey mengusap kepala Shearly.

Entah mengapa, Selena tergoda untuk menoleh dan kebetulan melihat Harvey memeluk anak perempuan tadi dengan wajah yang penuh kelembutan layaknya seorang ayah yang penyayang.

Mereka berempat terlihat seperti keluarga harmonis, hal ini membuat Selena merasa agak terganggu.

Jadi ini yang Harvey maksud dengan cinta? Konyol.

Bibi Eri yang khawatir pun berujar, “Nyonya Muda Jangan salah paham. Di hati Tuan Muda Harvey cumal

ada Nyonya kok.”

“Bibi Eri, tolong jangan bicara seperti itu lagi.

Perkataan ini sangat menjijikkan di telinga Selena.

Selena langsung kembali berbaring di kasurnya. Harvey tentu tidak mengijinkan Agatha datang membesuk, tetapi dia sendiri sekarang Juga tidak bisa masuk.

Bibi Eri berdiri di luar pintu dan berujar dengan hormat, “Mohon maaf Tuan Muda Harvey, tolong jangan

salahkan saya karena ini adalah perintah Nyonya Muda.”

*Seli sudah salah paham, aku mau menjelaskan…”

*Tuan Muda Harvey, menurut Tuan masih ada gunanya menjelaskan? Di mata Nyonya Muda, semua itu

hanya kebohongan semata. Kumohon pada Tuan, tolong jangan berbuat ulah dan memprovokasi

Nyonya Muda lagi.”

Harvey terdiam. Dia melakukan banyak hal dan semua itu bertujuan untuk kebaikan Selena, tetapi pada

akhirnya dia malah memperburuk keadaan.

Melihat ekspresi putus asa di wajah Harvey, Bibi Eri pun merasa kasihan dan berkata, “Tuan Muda

Harvey Jebih baik sekarang pulang istirahat. Jangan sampai Nyonya semakin kesal.”

Harvey tidak ingin memperburuk situasi, jadi dia memutuskan untuk tidak mengganggu Selena dan

menuruti perkataan Bibi Eri.

Waktu Bibi Eri kembali ke kamar, Selena sedang bersandar di kasurnya sambil melamun.

“Nyonya, Tuan Muda Harvey sudah pulang. Dia nggak akan mengganggumu.”

Selena nggak menjawab dan hanya menatap jauh dengan tegas.

Siluet ramping tubuh Selena membuat Bibi Eri merasa iba. “Nyonya, apa mau istirahat dulu?”

“Bibi Eri, aku mau keluar rumah sakit.”

Bibi Eri langsung menjelaskan, “Meski sesi kemoterapi sudah selesai, kondisi Nyonya masih belum

stabil dan perlu diawasi. Nanti kita pulang ke rumah setelah kondisimu pulih ya.”

“Rumah?”

Selena tersenyum pahit. “Rumah Keluarga Irwin bukan rumahku.”

Selena menatap langit–langit kamar dan berujar dengan lirih, “Nggak ada lagi tempat yang bisa kusebut

rumah.”


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.