Antara Dendam dan Penyesalan

Bab 737



Bab 737

Jena sudah sekian tahun bersama Agatha, tetapi belum pernah melihat Agatha semenyedihkan ini.

“Aku sudah nggak punya orangtua ataupun rumah! Hidupku benar–benar sudah berada di titik terendah! Aku cuma punya kedua anak ini … Kalau kamu mengadukanku pada Harvey, dia pasti akan melarangku bertemu anak–anakku lagi!” tangis Agatha dengan pilu.

Agatha pun bergerak menghampiri Jena dengan susah payah, lalu menarik celana Jena dan memohon dengan nada yang terdengar sangat memelas, “Aku janji nggak akan mengulanginya lagi…”

Setelah berujar begitu, Agatha pun menggendong Harvest dan membawanya pergi. Rasanya mencengangkan sekali melihat Agatha mengusap–usap pipi Harvest dengan telur ayam agar tidak begitu bengkak lagi. Di dunia ini, mana ada ibu yang tega menyiksa anaknya sendiri?

“Sakit, nggak?”

Harvest balas menggelengkan kepala tanpa mengatakan apa–apa. Ekspresinya yang terlihat tanpa

emosi itu justru membuat orang menjadi makin kasihan.

Jena menghela napas dengan putus asa. Situasi ini benar–benar menyedihkan.

Selena memang pengacau Keluarga Irwin! Sementara itu, Harvey pulang ke rumahnya. Dia melihat kakeknya yang sedang duduk di bawah pohon kurma sambil entah menggumamkan apa.

“Kakek sakit lagi?”

“Iya… Sejak kematian Nyonya Besar, kondisi kesehatan Tuan Besar jadi nggak stabil. Awalnya cukup bagus, tapi masalah Nyonya Muda malah muncul. Hah …”

Walaupun pohon kurma itu belum saatnya berbuah, Kakek tetap menatapnya dengan tajam.

“Kakek lagi lihat apa?”

“Aku lagi menunggu pohonnya berbuah.”

Harvey sontak terlihat kebingungan. “Loh, Paman Wandi, memangnya Kakek suka makan buah kurma?”

“Tuan Besar biasanya nggak sering menatap pohon ini kalau lagi sehat, tapi kalau lagi sakit, sering

banget Tuan Besar duduk di bawah pohon ini. Beberapa pohon buah kurma ini memang Tuan Besar

yang tanam dua tahun lalu, jadi dia suka banget merenung di bawah pohon.”

“Apa Nenek suka makan kurma?”

“Kadang–kadang. Nyonya Besar pernah makan kue selai kurma sedikit, tapi nggak bisa dibilang suka sih,

Harvey pun berjalan perlahan menghampiri kakeknya, lalu mendengar gumaman kakeknya, “Pohon kurma itu tinggi, daunnya warna hijau. Nanti begitu berbuah, aku harus langsung memberikannya pada

Fanny.”

Fanny?

Ekspresi Harvey pun langsung berubah. Firasatnya mengatakan kakeknya sedang tidak baik–baik saja.

“Siapa itu Fanny?” tanya Harvey dengan suara pelan.

“Fanny itu ya Fanny, gadis paling cantik sedunia.”

Kakek terlihat seperti pemuda yang sedang kasmaran, ekspresinya bahkan tampak seperti orang yang

terpesona.

“Kakek suka pada Fanny?”

“Fanny itu cantik banget, mana mungkin aku nggak menyukainya? Sayangnya, dia nggak suka padaku,” jawab Kakek dengan ekspresi yang terlihat sedih.

Harvey pun menunjukkan foto Selena sambil bertanya, “Dia ini Fanny bukan?”

“Fanny …” Kakek terlihat malu–malu, tetapi langsung membantah, “Nggak, dia bukan Fanny.”

Selena memiliki wajah yang 70% mirip dengan sosok Fanny, terutama dari beberapa sudut foto. Namun, Kakek bisa langsung mengatakan bahwa mereka adalah orang yang berbeda. Itu berarti sosok Fanny sangat membekas di hati Kakek.

Jika tebakan Harvey benar, Fanny pasti adalah wanita pujaan hati Kakek sebelum Kakek bertemu dengan Nenek.

Pria itu paling sulit melupakan wanita yang tidak bisa mereka dapatkan. Sama seperti ketika Harvey melihat Selena. Padahal cuma sekadar melirik, tetapi semenjak itu hanya ada Selena dalam hati Harvey.

Alih–alih mengingat masa sekarang, Kakek yang sedang tidak bisa berpikir dengan jernih malah mengingat cinta pertamanya dulu.

Nenek nanti pasti akan menghajar Kakek habis–habisan di alam baka. NôvelDrama.Org copyrighted © content.

Pantas saja Kakek menyangkal banyak hal tentang Fanny. Memangnya siapa juga yang akan

membicarakan cinta pertama mereka dengan keturunannya sendiri?

Akan tetapi, Harvey bertekad mendapatkan lebih banyak informasi dari Kakek. Dia pun bertanya lagi,” Nama lengkap Fanny siapa, Kek? Dia dari keluarga mana?”

“Apa? Kamu juga suka pada Fanny, hah? Aku nggak akan memberitahumu,” jawab Kakek sambil menatap Harvey dengan waspada.

Harvey sontak terdiam.

Harvey pun berusaha membujuk, “Kakek, Kakek harus memberitahuku apa pun tentang Fanny. Kalau kita

bisa menemukan keluarganya Seli, mungkin Seli jadi punya motivasi untuk bertahan hidup.”


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.