Antara Dendam dan Penyesalan

Bab 740



Bab 740

Bibi Eri menyadari Selena yang sedang bersedih, jadi dia langsung berujar menghibur, “Nyonya Muda

akhir–akhir ini cuma makan sedikit, napsu makan Nyonya Muda pasti menurun. Jadi, Nyonya sengaja masak buat Nyonya Muda.”

Selena balas mengangguk, lalu berjalan perlahan–lahan menuju ruang tamu. Dia tidak mau

menggunakan kursi roda.

“Ayo duduk, sebentar lagi makanannya siap,” kata Ellia yang mengenakan celemek.

Sebuah vas keramik berwarna putih dipajang di atas meja. Di dalamnya ada bunga yang baru dipetik

hari ini, setiap helai kelopaknya tampak segar dan cantik.

Selena, sontak teringat hari itu hujan deras. Di saat dia sedang merangkai bunga di dalam ruangan yang hangat, perutnya mulai membuncit dan seulas senyuman tersungging di bibirnya.

Tepat pada saat itu, pintu pun terbuka. Harvey berjalan masuk dengan marah, lalu menginterogasi Selena kenapa Selena mencari masalah dengan Agatha yang sedang hamil.

Sayangnya, sepertinya waktu itu Harvey lupa bahwa Selena juga sedang hamil.

Di tengah cuaca yang sangat dingin itu, Harvey menghantam kepala Selena dengan vas bunga hingga bunga–bunga yang Selena rangkai menjadi berserakan ke atas lantai.

“Ugh…” Selena refleks menutupi kepalanya. Entah kenapa, kadang dia teringat dengan masa lalu.

“Kenapa, Nak?” Kepalamu sakit?” tanya Ellia sambil mengelus kepala Selena.

“Aku …*

Selena hendak menjawab, tetapi sebuah memori kembali muncul. Adegan di mana Selena berada

sendirian di dalam rumah dan vas bunga yang terus berganti berputar dalam ingatannya. Selena selalu

menunggu orang itu pulang, tetapi penantiannya sia–sia.

“Nak, tolong jangan menakuti Ibu! Kamu kenapa? Kita panggil dokter aja, ya?”

Selena menggeleng–gelengkan kepalanya sambil menunjuk ke arah vas bunga dengan jarinya yang Copyright Nôv/el/Dra/ma.Org.

gemetar. “Singkirkan vas itu.”

“Oke, oke, Ibu bawa pergi.”

Beberapa saat kemudian, barulah kondisi Selena menjadi lebih baik, Begitu makanan dihidangkan, Ellia

$16 BONUS

langsung menjelaskan dengan semangat, “Ibu awalnya belajar masak gara–gara seorang pria. Kalau sekarang dipikir–pikir lagi, rasanya lucu juga ya. Bahkan ibu nggak pernah memasak buat orangtua ibu

sendiri.”

Kenangan masa lalu Selena terus berputar. Dia juga ingat bahwa saat masih menjadi seorang mahasiswa kedokteran, dia malah menggunakan pisau dan sekop gara–gara Harvey.

Setiap kali ingatan itu berputar, Selena merasa sangat kesakitan. Rasanya seperti melewati penderitaan yang sama sekali lagi.

Ellia menyadari perubahan yang terjadi pada Selena. “Gawat, firasatku jadi nggak enak.”

“Katanya hewan bisa memberikan motivasi bagi manusia untuk sembuh. Nyonya Muda ‘kan pernah memelihara seekor kucing, harusnya sekarang sudah ada di sini. Gimana kalau kita coba?” usul Bibi Eri.

“Boleh juga, tapi kurasa penyakit Selena itu lebih ke arah hatinya.”

Selena hanya makan sedikit dengan enggan, lalu duduk di halaman untuk menikmati sinar matahari yang hangat. Tiba–tiba, seekor kucing putih melompat mendekat.

“Meong!”

“Kucing ini …”

“Kamu pernah memelihara kucing ini, namanya Bonbon,” ujar Ellia menjelaskan.

Bonbon.

Benar juga.

Selena tiba–tiba teringat akan seorang gadis kecil yang membawa tas ransel, dia diikuti oleh seekor kucing berwarna putih.

Kucing itu akan selalu menyambut si anak perempuan di persimpangan jalan setiap kali jam pulang sekolah. Anak perempuan itu juga akan selalu bergegas menghampiri si kucing, lalu mengangkat hewan

itu tinggi–tinggi.

Seperti sekarang. Selena yang duduk di kursi roda pun mengangkat Bonbon. “Sudah lama nggak

ketemu, Bonbon.”

“Meong!”

Dari semua ingatannya bersama Bonbon sejak kecil hingga besar, yang paling membahagiakan bagi

Selena adalah masa kecilnya.

Avahnya yang penuh kasih sayang pun mengadopsi Bonbon karena takut Selena akan merasa kesepian,

Bonbon bukan kucing ras, tetapi ia sangat ramah,

Sewaktu kecil Selena harus memulihkan hatinya dari rasa sakit atas kehilangan ibunya, sedangkan

sekarang dia harus berdamai dengan rasa sakit ini.

Selena yang sedang menggendong Bonbon tampak begitu sangat harmonis,

Hal ini membuat Ellia makin yakin bahwa keputusannya sudah benar.

Bibi Eri pun sontak teringat sesuatu, “Oh ya, waktu Bonbon datang tadi siang, ada beberapa mainan dan Juga botol ini bersamanya. Katanya, ia sudah menggondol botol ini setelah pulang dari pulau. Aku sudah

memeriksanya, tapi aku nggak tahu isinya apa. Mungkin obat atau permen, yang kelas kelihatannya

bukan makanan kucing. Aku takut ini akan menjadi ancaman bagi Nyonya Muda.”

Ellia menatap botol polos itu, sepertinya di dalamnya ada semacam obat.

“Bonbon ‘kan kucing tua, biasanya kucing–kucing seperti ini akan sangat peka dengan perasan manusia. Itu berarti Bonbon merasa benda di dalam botolnya sangat penting. Tolong beri tahu Harvey untuk ke

sini dan mencari tahu apa isi botol ini.”

“Baik, Nyonya.”


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.