Bad 1321
Bad 1321
Bab 1321 Disambut di Bandara
Akhirnya, ambisi Bianca yang tidak pernah puas itu dipertontonkan di depan keluarga Shailendra.
Sementara itu, manajer memberitahu Bianca bahwa ada suntikan yang bisa mengisi lubang di keningnya, tetapi harganya sedikit lebih mahal. Saat mendengarnya. Bianca langsung setuju untuk kembali pulang demi suntik pengisi.
Dia juga buru–buru pulang karena ingin memesan rumah barunya. Harganya berkisar lebih dari dua puluh milyar dan kemungkinan besar pasangan suami istri Shailendra yang akan membayar rumah itu, sehingga bisa dimengerti mengapa dia sangat terburu–buru.
Oleh karena itu, kurang dari dua hari setelah tiba di Negeri Harapan, Bianca memesan tiket penerbangan paling pagi untuk pulang ke negerinya tanpa mengetahui bahwa bukan rumah senilai dua puluh milyar lebih yang sedang menunggunya, melainkan borgol polisi.
Di kediaman keluarga Shailendra.
Setiap orang di keluarga ini saat ini satu pikiran. Mereka ingin menyingkirkan para penipu dan membuatnya membayar tipu muslihat yang sudah dilakukan. Content held by NôvelDrama.Org.
Lies saat ini menjalankan bisnis tempat makan dan ditangkap di sana pagi ini. Dia tidak tahu mengapa polisi ingin menahannya sampai mereka memberitahu tentang kasus itu. Setelah itu, dia meringkuk di lantai, penuh ketakutan. Dia tidak pernah menyangka bahwa aksi Bianca akan terungkap dan juga tertangkap polisi.
Sementara itu, Bianca sedang mimpi indah di dalam pesawat. Dia memimpikan kehidupan mewah di rumah yang besar itu. Ketika waktunya tiba nanti, dia akan menyingkirkan keluarga Shailendra dan bebas menjalani kehidupan mewah tanpa campur tangan orang lain. Ditambah lagi, di masa depan dia
akan mewarisi setengah kekayaan keluarga Shailendra dan menjadi setidaknya 400 milyar lebih kaya. Jumlah itu lebih banyak dari yang bisa dia habiskan selama hidupnya.
Selain itu, calon suaminya dapat dipastikan juga dari kalangan kaya raya. Sebagai putri kedua keluarga Shailendra, tidak mungkin dia menikah dengan orang miskin.
Bianca melihat sekelompok perempuan muda duduk di sampingnya memamerkan tasnya, maka dia dengan sengaja mengeluarkan tas yang baru dibeli di bandara tadi, yang merupakan model terbaru di pasaran. Sekumpulan perempuan muda itu pun langsung menyorotkan tatapan iri kepadanya.
Reaksi mereka meningkatkan keangkuhan dalam diri Bianca. Dia pun memeriksa waktu mendarat dan tersenyum licik saat memikirkan rumah yang akan dia dapatkan besok.
Sementara itu di negeri asalnya, polisi sudah bersiap di bandara. Keluarga Shailendra juga sudah berada di sana. Mereka tidak sabar untuk melihat Bianca ditangkap polisi. Kebencian mereka terhadapnya sudah teramat dalam.
Di bandara.
Begitu turun dari pesawat sekitar pukul 7 malam, Bianca segera menelepon Biantara karena takut dia akan mencatatkan rumah itu di bawah nama Qiara.
“Ya, Bianca?” Biantara menjawab telepon.
“Saya baru turun dari pesawat, Ayah. Saya akan naik taksi ke rumah sekarang.”
“Kami sudah di bandara untuk menjemputmu, Bianca. Kita pulang bersama–sama.”
Bianca terkejut. Dia tidak menyangka keluarga Shailendra akan menjemputnya secara langsung. “Benarkah? Ayah, di mana?” ujarnya dengan girang.
“Kami menunggu di pintu kedatangan. Cepatlah keluar!”
“Oke. Saya ke sana.” Bianca langsung bergegas dengan menarik kopernya. Saat keluar, dia melihat ketiga anggota Keluarga Shailendra sudah berdiri di dekatnya. Dia tidak menyangka Qiara juga ada di sana, dan sedikit merusak hatinya yang sedang gembira. Mengapa dia ada di sini?”
Saat melihat Bianca palsu sedang menarik kopernya dengan wajah sumringah, rasanya Qiara ingin mencekiknya. Mereka sekeluarga datang langsung ke bandara agar mereka lebih nyaman untuk bekerja sama dengan polisi untuk menahan Bianca palsu ini.
Bianca sama sekali tidak tahu apa yang sedang terjadi karena para polisi tidak mengenakan seragam dan menyamar di tengah keramaian. Bianca sengaja meninggalkan kopernya, lalu berlari ke arah Biantara dan Maggy sambil tersenyum hangat. “Ibu, Ayah.”
Maggy mengangkat tangannya dan menampar Bianca begitu dia berdiri di hadapannya. Bianca tercengang. Dia menatap Maggy dengan bingung. “Ibu… kenapa Ibu…”
“Berani–beraninya kamu memanggil saya Ibu, dasar penipu tidak tahu malu? Siapa yang sudah lancang menyuruhmu untuk berpura–pura menjadi putri saya, dasar perempuan jalang tidak beradab?” Maggy, yang tidak pernah mengumpat, hari ini sangat murka sampai mengeluarkan kata–kata kasar. Tubuhnya gemetar karena marah, Qiara pun maju untuk menahannya tubuh ibunya agar tetap berdiri. “Dia akan menerima balasannya, Bu.”
“Kamu bukan putri kami. Kamu akan menerima balasan atas semua tindakanmu ini.” Biantara pucat karena marah saat memelototi Bianca dengan ekspresi dingin dan penuh permusuhan.