Bab 23
Bab 23
Bab 23 Bantu Aku Menyingkirkannya
Vivin membeku dan memilih membuang jauh pandangannya ke luar jendela mobil. Cahaya remang- remang lampu jalan itu membiaskan ekspresi Finno tampak lebih tegas dari biasanya, seakan ada yang mengusik pikirannya.
Vivin tersadar. “Apa kau marah?”
Pria mana yang tidak marah melihat istri mereka dilecehkan…
“Menurutmu?” dia bertanya, membuat suhu di dalam mobil turun beberapa derajat.
“Maafkan aku…” bisik Vivin.
“Cuma itu?” kata Finno sambil menaikkan sebelah alisnya.
Vivin terbeku, seketika seperti ada yang muncul dibenaknya.
“Hei! Jangan berpikiran buruk!” serunya. “Itu hanya jamuan bisnis biasa… Dan aku tidak tahu kalau Pak Hendra akan berbuat seperti itu…”
Dia takut Finno akan salah paham seperti Fabian dua tahun lalu.
Bahkan, Vivin ketakutan kesalahpahaman itu terulang lagi,
Finno adalah suaminya sekaligus satu-satunya orang yang peduli padanya, dia sama sekali tidak ingin Finno membencinya.
Finno menatap dengan kilatan aneh di matanya.
“Aku tahu,” katanya, terdengar santai.
Vivin menghela napas lega, Namun membeku kembali ketika Finno berbicara lagi.
“Jangan pergi ke jamuan bisnis seperti ini lagi.”
Vivin mengangguk patuh.
Saat Finno memijat pelipisnya, tanpa disadari dia bersandar nyaman di bahunya.
Finno menggigil ketika merasa sesuatu menjalar ke bahunya dengan lembut.
Dia menurunkan pandangannya untuk melihat kepala yang terkulai nyaman di bahu miliknya, memandangi pipinya yang kemerahan, bulu mata yang panjang, dan bibir yang sedikit terbuka.
Matanya melebar sesaat.
Perasaan apa ini…
“Vivin…” ucapnya serak.
“Hmm?” Vivin cemberut saat dia mendongak. Vivin terkesiap ketika menyadari jarak wajah mereka kurang dari lima sentimeter.
“Ah! maaf?” serunya, seketika dia bergerak menjauh darinya.
Namun, sebelum dia bisa bereaksi, tangan Finno dengan sigap meraih dagunya.
Dan mengecup bibir merahnya tanpa ragu Exclusive © content by N(ô)ve/l/Drama.Org.
Bibirnya yang dingin menyadarkannya dari mabuk.
Finno menciumku? Dia benar-benar menciumku?
Saat mereka sampai di hotel, Vivin sudah tertidur.
Finno menggendong Vivin di pangkuannya dan membawanya masuk ke kamar.
Ketika mengangkatnya ke tempat tidur, dia melihat pergelangan tangan Vivin yang merah karena
melawan Pak Hendra.
Tatapannya langsung dingin, dia segera mengeluarkan ponselnya untuk menelepon.
“Hei, Finno! Sudah lama tidak mendengar kabar darimu!” Orang di ujung telepon itu menjawab dengan santai.
“Aku butuh bantuanmu,” kata Finno. Siapa pun yang akrab dengannya pasti bisa merasakan nada berbahaya dalam suaranya.
“Wow! Itu langka! Katakan saja, dan aku kulakukan!”
“Aku ingin kau menyingkirkan seseorang,” kata Finno, suaranya menggeram pelan. “Dia menyakiti wanitaku, jadi dia harus menderita.”
Keesokan paginya, Vivin bangun dengan sakit kepala hebat karena pengaruh alkohol semalam.
Dia berjuang untuk bangun dari tempat tidur, terdengar suara tenang yang membuatnya
membeku.
“Kau sudah bangun?”
Vivin mendongak untuk melihat hidangan yang sudah menunggunya di atas meja dan Finno duduk di dekatnya.
“Finno?” Seru Vivin, sesaat sebelum kejadian malam itu membanjiri pikirannya.
Aku hampir dilecehkan Pak Hendra, dan Finno muncul menyelamatkanku… Tunggu, apa yang kita lakukan di mobil setelah itu?Astaga… Kita berciuman?
“Ada apa?” Finno bertanya ketika melihatnya tidak segera turun dari tempat tidur. “Kau baik baik saja?”
Vivin menatapnya dengan kaget,
Kamar Finno adalah Presidential Suite yakni tipe kamar hotel terbaik dan paling mahal. Sehingga sorot mentari itu bisa masuk melewati jendela raksasa dan menyinari wajahnya dengan kilau keemasan. Dia tampak seperti dewa sejati, meski ekspresi kosong di wajahnya mengingatkan bahwa dia hanyalah manusia tampan yang fana
Hal itu membuat Vivin merasa ciuman itu hanya ilusi.
“A-aku baik-baik saja!” dia tergagap saat dia turun dari tempat tidur, sesaat kemudian dia terkejut melihat pakaiannya berubah.
Itu adalah kemeja putih yang terlalu besar untuknya, ujungnya menjuntai hingga ke pahanya.
“B-Baju apa ini?”
“Kau lupa?” Finno bertanya, mengangkat alis. “Kau muntah tadi malam ketika mabuk. Lalu aku. minta tolong wanita karyawan hotel untuk mengganti bajumu dengan kemejaku.”
Oh… Jadi karyawan hotel yang melakukannya…
Vivin menghela nafas lega, tanpa memperhatikan tatapan Finno yang mengamatinya dari ujung kepala sampai ujung kaki.
Finno menyeringai, setelah membeku saat melihat Vivin bangkit dari tempat tidur.